Laman

Sabtu, 18 Mei 2013

PERAN SEORANG IBU

      Memiliki keluarga yang harmonis merupakan dambaan setiap orang yang sudah berkeluarga. Keharmonisan rumah tangga dapat terjadi apabila setiap anggota keluarga mampu menyadari kewajiban dan tanggung jawab sesuai dengan posisinya dalam sebuah tatanan keluarga yang memiliki aturan yang jelas. Seorang ayah juga harus mampu bertindak sebagai kepala keluarga sekaligus suami bagi istrinya, demikian juga seorang ibu mampu menjalankan peran sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya dan sekaligus sebagai istri bagi suaminya.
      Dengan adanya kedudukan dan peran yang berbeda dalam sebuah rumah tangga, tentu saja tugas dan kewajiban yang harusa dilaksanakan juga berbeda. Peran seorang ibu dalam keluarga akan berbeda dengan peran seorang istri.
      Dalam sebuah keluarga, seorang ibu adalah seseorang yang telah melahirkan keturunan dari rahimnya sebagai suatu tanda cinta buah pernikahan dengan suaminya. Peran seorang ibu dalam keluarga, ternyata lebih besar daripada yang bisa dibayangkan sebelumnya.
      Begitu banyak dan jamaknya peran seorang ibu dalam sebuah keluarga, sehingga bisa dikatakan menjadi "seorang ibu" sekaligus "istri" adalah dua tugas yang berbeda yang bisa dikatakan berat.
      Ibu mempunyai peran yang agung dan mulia, peran sebagai istri dan ibu yang mengharuskannya berada di dalam rumah dan  peran berada di tengah masyarakat. Ibaratnya tangan kiri dapat mengayun buaian dan tangan kanan dapat mengubah dunia.Ibu diberi kelembutan agar dapat mengayun buaian, diberi ketegasan untuk mendidik, diberi air mata untuk mengungkapkan rasa senang maupun sedih, diberi ketabahan dan kesabaran untuk dapat menyimpan asa dan rasa.

Read More

Selasa, 14 Mei 2013

PERAN PEREMPUAN DALAM POLITIK


Perempuan dan Politik tidak dapat dipisahkan. Alasannya cukup sederhana, segala proses dalam rumah tangga, merupakan keputusan politik. Jadi sehari-harinya, perempuan sudah terbiasa mengambil keputusan bersama keluarganya.

Secara historis peran perempuan di Politik telah muncul sejak sebelum masa kemerdekaan. Tahun 2004 dijadikan tonggak kebangkitan gerakan perempuan di Politik karena dengan sistem baru dalam pemilu dan konstitusi tahun ini peran perempuan di politik secara formal diperkuat perannya.

Namun kondisi sekarang hampir 10 tahun dari 2004 masuknya perempuan ke ranah politik formal belum maksimal. Hal ini disebabkan karena masih rendahnya tingkat keterwakilan perempuan disebabkan karena masih adanya partai politik yang sistemnya patriakhis, ke dua permasalahan yang belum berspektif perempuan yang mengakibatkan tidak peka pada permasalahan dan kepentingan perempuan. 

Ketentuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengharuskan setiap partai politik memenuhi ketentuan 30% calon legislatif (caleg) perempuan sudah dijalankan dengan baik. Namun demikian, parpol dinilai setengah hati dalam mengajukan caleg perempuan.

Hal ini terindikasi dari dokumen caleg yang diserahkan masing-masing parpol ke KPU. Dalam dokumen itu, para caleg perempuan tidak mendapat prioritas, karena ditempatkan pada nomor urut selain 1 dan 2. Menurut data hasil rekapitulasi KPU, caleg perempuan dengan nomor urut 1 sebanyak 5,52%, nomor urut 2 sebanyak 9,43%, nomor urut 3 sebanyak 25, 81%, nomor urut 4 sebanyak 6,03 %, no urut 5 sebanyak 10,86%, no urut 6 sebanyak 20,07 %, nomor urut 7 sebanyak 9,18%, nomor urut 8 sebanyak 7,35%, nomor urut 9 sebanyak 5,27% dan nomor urut 10 sebanyak 0,57%.

Data ini menunjukkan sikap minimalis partai terhadap ketentuan 1 in 3, dimana perempuan paling banyak ditempatkan di nomor urur "3" dan"6". Meskipun nomor urut tidak menentukan terpilihnya caleg tapi tetap menjadi dasar pertimbangan parpol dan caleg karena parpol dan caleg merasa nomor urut kecil paling baik peluang keterpilihannya.

Oleh karena itu, perempuan yang masuk politik jangan setengah-setengah, agar bisa menghasilkan perbaikan pada isu-isu substantif.  Perempuan mempunyai peluang yang besar untuk menduduki kursi legislatif di berbagai tingkatan. Sebab secara demografi, penduduk Indonesia lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki. Hanya saja kekuatan politik perempuan belum terkonsolidasi dengan baik sehingga berbagai kebijakan afirmatif action (tindakan khusus) untuk perempuan belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Begitu juga kesadaran dan kapasitas politik perempuan perlu ditingkatkan. Sehingga ketika duduk di lembaga legislatif dapat memberikan kontribusi terhadap perubahan arah kebijakan yang mampu mendorong peningkatan partisipasi politik perempuan.

Kedepannya, perempuan Indonesia harus semakin berani dan tertantang terlibat dalam politik praktis. Kuota 30% bagi kaum perempuan harus menjadi lecutan semangat kaum perempuan.
Read More

Minggu, 12 Mei 2013

Dapil Guguak Panjang Kota Bukittinggi


MOHON DO'A DAN RESTUNYA...


Read More